Give a gift

Bom Israel di Doha Menjadi Babak Baru Ketegangan Timur Tengah

Avatar photo

Abdullah A Afifi

⛊Bey Abdullah | Tan Jabok Syekh Jabok | ⚽ Bio Aktifitas: https://arifabdullah.id | Telegram: https://t.me/beyabdullah

Serangan Israel di Doha menandai eskalasi yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam politik Timur Tengah. Selama beberapa dekade, Qatar telah bertindak sebagai mediator kunci dalam konflik regional, seringkali menjadi tuan rumah negosiasi yang rumit yang melibatkan Hamas, Israel, dan para pemangku kepentingan lainnya. Dengan menargetkan kepemimpinan Hamas di ibu kota Qatar, Israel tidak hanya melanggar kedaulatan sebuah negara Teluk, tetapi juga menggoyahkan salah satu dari sedikit platform netral yang tersisa untuk dialog. Serangan itu memberikan kejutan yang hebat ke seluruh dunia Arab, menimbulkan kekhawatiran bahwa diplomasi sedang digantikan oleh militerisme yang tak terkendali dan membabibuta oleh Israel.

Bagi Israel, klaim langsung atas keberhasilan taktis menyembunyikan kesalahan strategis yang lebih dalam. Meskipun beberapa afiliasi Hamas terbunuh, kepemimpinan inti mereka masih banyak lagi yang selamat, memperkuat narasi daya tahan dari kelompok tersebut. Alih-alih melemahkan Hamas, serangan itu justru dapat memperkuat legitimasinya di kalangan Palestina dan sekutu yang kini memandangnya sebagai korban agresi yang tidak adil. Dinamika ini berisiko memperpanjang konflik alih-alih meredamnya, sekaligus mengikis kredibilitas dan integritas Israel sebagai aktor rasional dalam hubungan internasional.

Amerika Serikat, sekutu terdekat Israel, berada dalam posisi yang canggung dan semakin sulit dipertahankan. Washington dilaporkan telah diberitahu sesaat sebelum operasi tersebut, tetapi gagal mencegahnya. Kini, para pemimpin AS harus mendamaikan dukungan jangka panjang mereka terhadap Israel dengan meningkatnya kemarahan di antara negara-negara Arab dan mitra internasional. Pernyataan Presiden Trump yang menyatakan “sangat tidak senang” menyoroti ketegangan ini, tetapi tidak banyak meredakan kecurigaan bahwa Washington membiarkan atau tidak mengendalikan serangan sembrono sekutunya tersebut.

harga diplomatik yang sangat besar untuk posisi Amerika dan Israel saat ini. Qatar, yang dulunya merupakan jembatan antara Barat dan faksi-faksi Islamis, mungkin akan mundur sepenuhnya dari mediasi, menutup jalur vital untuk negosiasi. Negara-negara seperti Turki, Jerman, dan Uni Eropa secara luas telah mengutuk serangan tersebut, menandakan pergeseran menuju isolasi internasional yang lebih luas bagi Israel. Bagi AS, terkikisnya kepercayaan dengan sekutu-sekutu Teluk dapat mempersulit kemitraan energi, kerja sama militer, dan upaya kontraterorisme di seluruh kawasan.

Di luar diplomasi, serangan Doha melambangkan preseden yang berbahaya. Jika Israel dapat mengebom ibu kota berdaulat tanpa konsekuensi, kekuatan lain mungkin akan merasa semakin berani mengabaikan hukum internasional. AS, sebagai pembela utama Israel di panggung global, mau tidak mau akan terikat dengan klausul ini, yang berisiko dituduh menerapkan standar ganda dalam konflik global. Hal ini melemahkan otoritas moral Washington di saat ia berusaha mengimbangi rival seperti Tiongkok dan Rusia, yang keduanya ingin memperluas pengaruh mereka di Timur Tengah.

Di dunia Arab, serangan tersebut telah mengobarkan kemarahan publik dan sentimen anti-Amerika. Protes meletus tidak hanya di Qatar tetapi juga di seluruh kawasan baik Eropa dan Asia, menargetkan pangkalan-pangkalan AS dan simbol-simbol kehadiran Barat. Narasi bahwa AS memungkinkan agresi Israel semakin menguat, memicu radikalisasi, mensponsori terorisme, dan melemahkan suara-suara moderat. Perkembangan ini dapat membahayakan pasukan AS yang ditempatkan di Teluk dan memperumit pengaturan keamanan di masa depan, menciptakan siklus ketidakstabilan yang akan sulit diatasi oleh Washington.

Pada akhirnya, pengeboman di Doha telah membuka babak baru yang berbahaya dalam ketegangan di Timur Tengah. Israel mungkin telah berusaha melenyapkan musuh-musuhnya, tetapi dengan melakukannya, ia telah membahayakan keamanan jangka panjangnya dan membebani aliansinya. Bagi Amerika Serikat, harga dari dukungan tanpa syarat semakin nyata: isolasi diplomatik, menurunnya kredibilitas, dan meningkatnya permusuhan di kawasan yang tidak mampu ia kendalikan. Alih-alih menjamin perdamaian atau keamanan, serangan tersebut telah menanam benih-benih konflik yang lebih dalam, sebuah pertanda buruk bagi masa depan AS dan Israel di Timur Tengah.