man sitting in front of a mosque

Sekolah Pencuri: Jika Pendidikan Rusak Sistemik

Avatar photo

Abdullah A Afifi

⛊Bey Abdullah | Tan Jabok Syekh Jabok | ⚽ Bio Aktifitas: https://arifabdullah.id | Telegram: https://t.me/beyabdullah

Akhir-akhir ini terlalu banyak rasanya berita tentang dunia pendidikan kita, dari kelalaian administrasi, asusila di sekolah bahkan pondok pesantren, korupsi berjamaah hingga politik dalam sekolah. Tulisan ini dibuat sebagai refleksi sesuai dengan hadits nabi yang bermakna kurang lebih “kejujuran akan berkait dengan kebaikan dan kebaikan akan mengarahkan ke surga, sedangkan kecurangan akan berkait dengan kejahatan dan kejahatan akan mengarahkan ke neraka”. Seandainya kejujuran itu ada disekolah maka kita bisa bayangkan banyaknya kebaikan yang akan muncul, dan sebaliknya jika kecurangan itu berada di sekolah maka kita bisa juga bayangkan banyaknya kejahatan yang akan muncul. Apakah fenomena yang terjadi saat ini adalah cerminan kecurangan-kecurangan yang berbibit disekolah? wallahu’alam, mari kita introspeksi.

Pendidikan adalah fondasi utama dalam membangun peradaban yang maju dan berakhlak. Namun, ketika pendidikan mengalami kerusakan secara sistemik, maka hasilnya adalah lahirnya generasi yang tidak memiliki integritas. Saat ini, banyak orang berbicara tentang bagaimana korupsi merajalela di berbagai sektor, termasuk di pemerintahan, institusi publik, dan dunia bisnis. Namun, sedikit yang menyadari bahwa akar dari semua ini terletak pada sistem pendidikan yang hanya menjadi formalitas tanpa esensi.

Sekolah, yang seharusnya menjadi tempat menanamkan nilai kejujuran dan moralitas, kini justru melahirkan individu-individu yang terbiasa dengan ketidakjujuran. Dari mulai kebiasaan mencontek di kelas, pemalsuan dokumen akademik, hingga membeli tugas atau skripsi, semuanya menjadi bagian dari budaya yang diterima secara luas. Jika praktik-praktik ini terus dibiarkan, maka tidak mengherankan jika mereka yang terbiasa melakukan kecurangan sejak di sekolah akan membawa kebiasaan tersebut ke dalam dunia kerja dan pemerintahan.

Ketika sekolah hanya menjadi formalitas, tujuan utama pendidikan pun hilang. Banyak siswa dan bahkan pendidik yang tidak lagi menganggap sekolah sebagai tempat menanamkan karakter dan nilai-nilai luhur, tetapi sekadar tempat mendapatkan ijazah. Proses belajar-mengajar pun lebih berorientasi pada nilai dan kelulusan daripada pemahaman dan pengamalan ilmu. Akibatnya, pendidikan kehilangan makna sebagai alat untuk membentuk manusia yang bertanggung jawab dan memiliki moralitas tinggi.

Di sisi lain, sistem pendidikan yang korup juga tercermin dalam pengelolaan institusi pendidikan itu sendiri. Banyak sekolah dan universitas yang seharusnya menjadi benteng moral justru terjerat dalam praktik korupsi. Dari penyalahgunaan dana pendidikan, pungutan liar, hingga jual-beli jabatan guru atau rektor, semuanya menunjukkan bahwa korupsi telah mengakar hingga ke dunia pendidikan. Bagaimana mungkin generasi yang jujur bisa lahir dari sistem yang penuh dengan ketidakadilan ini?

Fenomena ini juga diperparah dengan lemahnya pengawasan dalam dunia pendidikan. Regulasi yang ada sering kali hanya bersifat formalitas tanpa implementasi yang nyata. Banyak kasus korupsi di dunia pendidikan yang tidak tersentuh hukum atau hanya berakhir dengan sanksi administratif. Hal ini semakin menegaskan bahwa sistem pendidikan kita sedang mengalami kerusakan yang sangat dalam.

Tidak hanya itu, pola pikir masyarakat yang masih memandang pendidikan hanya sebagai alat untuk mendapatkan pekerjaan juga menjadi faktor utama rusaknya sistem ini. Banyak siswa dan orang tua yang lebih peduli pada ijazah dan gelar daripada kualitas ilmu yang diperoleh. Akibatnya, banyak yang rela melakukan berbagai cara, termasuk yang tidak etis, demi mendapatkan sertifikat pendidikan tanpa benar-benar memahami esensi belajar itu sendiri.

Akibat dari sistem pendidikan yang rusak ini adalah terciptanya ekosistem yang membiarkan korupsi terus berlanjut. Mereka yang lahir dari sistem ini akhirnya menganggap wajar berbagai bentuk penyimpangan, mulai dari manipulasi data, suap, hingga penyalahgunaan kekuasaan. Korupsi tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang memalukan, tetapi justru dianggap sebagai strategi untuk bertahan hidup dan mencapai kesuksesan.

Lalu, bagaimana cara memperbaiki sistem pendidikan yang sudah terlanjur rusak ini? Pertama-tama, kita harus kembali pada tujuan utama pendidikan, yaitu membentuk manusia yang berintegritas dan bertanggung jawab. Pendidikan harus lebih menekankan pada karakter, bukan hanya pada aspek akademik semata. Sekolah dan universitas harus menjadi tempat yang benar-benar mengajarkan nilai-nilai moral dan etika dalam kehidupan sehari-hari.

Selain itu, sistem pengawasan terhadap institusi pendidikan harus diperketat. Pemerintah dan lembaga terkait harus memiliki mekanisme yang lebih transparan dan akuntabel dalam mengelola dana pendidikan. Setiap praktik kecurangan dalam dunia pendidikan harus ditindak tegas, bukan hanya sebagai bentuk hukuman, tetapi juga sebagai peringatan bagi yang lain bahwa pendidikan adalah hal yang sakral dan tidak boleh dikotori oleh kepentingan pribadi.

Para pendidik juga memegang peran penting dalam membangun kembali sistem pendidikan yang sehat. Guru dan dosen harus menjadi contoh nyata bagi siswa dan mahasiswa dalam hal kejujuran dan integritas. Jika para pendidik sendiri terlibat dalam praktik-praktik tidak jujur, maka bagaimana mungkin mereka bisa mendidik generasi yang memiliki moral yang baik?

Di tingkat keluarga, orang tua harus lebih aktif dalam mengajarkan nilai-nilai kejujuran sejak dini. Pendidikan moral tidak hanya tugas sekolah, tetapi juga tanggung jawab orang tua. Jika anak-anak dibiasakan untuk selalu mengutamakan kejujuran dalam segala hal, maka mereka akan tumbuh menjadi individu yang memiliki prinsip kuat dan tidak mudah tergoda oleh korupsi.

Pada akhirnya, sistem pendidikan yang sehat adalah kunci utama dalam memberantas korupsi di masyarakat. Jika sekolah tetap menjadi tempat yang hanya berorientasi pada nilai dan ijazah tanpa membangun karakter, maka kita hanya akan melahirkan generasi pencuri baru dalam berbagai bidang. Pendidikan harus dikembalikan pada esensinya, yaitu sebagai alat untuk mencetak manusia yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berakhlak dan bertanggung jawab.