Segala puji bagi Allah, tuhan semesta alam, langit, bumi dan diantara keduanya. Shalawat serta salam kepada pemegang amanah kerasulan, penutup para nabi, Muhammad Al-Amin (yang amanah), serta sahabat dan yang meneladaninya hingga hari kiamat.
Harta dan rezeki adalah pemberian dari Allah SWT. Kita sebagai manusia mungkin bekerja keras untuk mendapatkannya, tetapi pada hakikatnya, segala bentuk rezeki adalah berasal dari Allah. Dia lah Yang Rahman dan Yang Rahim, Dia memberikan harta kepada siapa yang dikehendaki-Nya, mengujinya dengan kekayaan, dan mengujinya pula dengan kesulitan. Oleh karena itu, setiap Muslim harus menyadari bahwa harta yang dimilikinya bukan sekadar hasil usahanya pribadi, melainkan amanah yang harus dikelola dengan baik sesuai dengan aturan Allah SWT.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an: “Dan nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata, ‘Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematianku) sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?’” (QS. Al-Munafiqun: 10)
Ayat ini mengingatkan kita bahwa keberkahan harta bukan hanya diperoleh dari banyaknya jumlah, tetapi dari sejauh mana harta itu dimanfaatkan untuk kebaikan. Salah satu cara mendapatkan keberkahan dalam harta adalah dengan berbagi kepada orang lain. Allah tidak membebani hamba-Nya untuk menyerahkan seluruh hartanya kepada orang lain, tetapi hanya sebagian kecil yang harus dan wajib diberikan dalam bentuk pemberian yang mensucikan, yang disebut dengan zakat.
Islam menegaskan bahwa harta adalah hak bagi yang mengusahakannya, bagi yang mencarinya dengan cara yang halal. Seorang Muslim yang bekerja keras dan berjuang untuk mencari nafkah berhak atas hasil usahanya. Namun, dalam setiap rezeki yang Allah berikan, terdapat hak orang lain yang membutuhkan yang Allah titipkan. Oleh sebab itu, Allah mewajibkan zakat sebagai bentuk kepedulian sosial dan cara untuk membersihkan diri dari sifat tamak dan keserakahan kepada harta duniawi.
Zakat adalah kewajiban bagi setiap Muslim untuk menyisihkannya. Mereka yang memiliki harta mencapai nisab atau batas tertentu maka wajib untuk dizakati. Dari harta yang dimiliki, hanya bagian kecil saja yang harus dikeluarkan untuk diberikan kepada para mustahik, orang yang berhak seperti fakir, miskin, dan golongan yang membutuhkan.
Rasulullah SAW bersabda: “Lindungilah hartamu dengan zakat, obatilah orang-orang sakit di antara kalian dengan sedekah, dan hadapilah gelombang ujian dengan doa dan ketundukan kepada Allah.” (HR. Abu Dawud dan Thabrani)
Hadits ini menunjukkan bahwa zakat bukan hanya sekadar kewajiban finansial, tetapi juga bentuk perlindungan dan keberkahan bagi harta seseorang. Zakat membersihkan harta, menjaga keberkahannya, dan mencegahnya dari bencana serta ujian yang berat. Zakat membersihkan raga dari sifat-sifat tamak dan rakus.
Besaran zakat yang diwajibkan oleh Allah bervariasi, tergantung pada sumber penghasilannya. Zakat harta umumnya sebesar 2,5% dari total kepemilikan yang telah mencapai nisab, sedangkan zakat pertanian bisa mencapai 5% hingga 10% tergantung dari apakah hasil pertanian tersebut bergantung pada irigasi alami atau menggunakan teknologi yang membutuhkan biaya tambahan. Ini menunjukkan bahwa semakin banyak manusia bergantung pada bantuan Allah dalam alam, semakin besar pula kewajiban zakat yang harus dikeluarkan sebagai upaya bentuk syukur.
Harta adalah amanah yang harus diusahakan dan dimanfaatkan dengan cara yang baik dan benar. Seorang Muslim tidak hanya dituntut untuk mencari harta secara halal, tetapi juga menggunakannya dalam kebaikan. Harta yang diperoleh dengan cara haram, seperti riba, penipuan, atau korupsi, bukanlah harta yang akan mendatangkan keberkahan, bahkan akan menjadi penyebab kebinasaan di dunia dan akhirat.
Begitu pula dengan zakat, ia adalah amanah yang wajib diberikan kepada para mustahik (golongan yang berhak menerimanya). Tidak boleh seseorang menahan zakat atau memberikan zakat kepada orang yang tidak berhak.
Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang Allah berikan harta kepadanya, tetapi ia tidak menunaikan zakatnya, maka pada hari kiamat hartanya akan berubah menjadi ular besar yang memiliki dua taring. Ia akan melilit orang itu dan menggigit kedua pipinya seraya berkata, ‘Aku adalah hartamu, aku adalah simpananmu.’” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini memberikan peringatan tegas bahwa menahan zakat adalah perbuatan yang akan mendapatkan hukuman berat di akhirat. Zakat bukan sekadar amal kebaikan, tetapi kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap Muslim yang memiliki kelebihan harta.
Memahami amanah dalam harta dan zakat akan mengubah paradigma kita tentang bagaimana kita memperoleh dan menggunakan harta. Jika seseorang menyadari bahwa harta hanyalah titipan, maka ia tidak akan bersikap kikir atau serakah. Sebaliknya, ia akan lebih mudah berbagi dan membantu orang lain.
Selain itu, menunaikan zakat dan bersedekah juga mendatangkan keberkahan dalam hidup. Allah menjanjikan bahwa siapa yang mengeluarkan hartanya di jalan Allah, maka rezekinya akan dilipatgandakan. Harta yang digunakan untuk kebaikan tidak akan berkurang, tetapi justru bertambah dan mendatangkan ketenangan hati.
Pada akhirnya, harta dan zakat adalah amanah yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Keberkahan harta tidak hanya diukur dari jumlahnya, tetapi dari sejauh mana harta itu digunakan sesuai dengan perintah Allah. Semoga kita semua termasuk golongan orang-orang yang selalu menjaga amanah harta dan menunaikan zakat dengan ikhlas, sehingga mendapatkan keberkahan di dunia dan pahala di akhirat. Aamiin.