β π΅ππ¦ π΄πππ’πππβ
I’tikaf dalam keheningan malam adalah salah satu bentuk kesyahduan upaya yang dilakukan yang bernilai Ibadah. I’tikaf yang dilakukan pada bulan Ramadan berganjar keberkahan pahala berlipat ganda. Itikaf merupakan upaya untuk berdiam diri, berkontempelasi sebagai bentuk ibadah. Memaknai rasa penghambaan kepada Allah swt dengan cara seolah-olah mengasingkan diri dari hiruk pikuk dunia. Keheningan yang meningkatkan keimanan, kekhusyukan, dan ketakwaan yang larut dalam dzikir dan munajat kepada Allah swt.
Hai orang yang berselimut, (1) bangunlah (untuk shalat) di malam hari, walaupun (hanya) sedikit, (2) (boleh) setengahnya atau kurangilah dari setengahnya itu sedikit. (3) atau (jika sanggup) lebih dari setengah itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan. (4) Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat (al-Quran) . (5) Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu’) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. (6)
(Al-Muzammil : 1-6)
Menjalankan itikaf di malam hari dengan konsekuensi berkomitmen bekerja di pagi hari adalah hal yang sangat menantang. Kantuk dan penat menjadi tambahan pemutus selera dari kenikmatan dunia. Penting juga untuk merencanakan perencanaan dan jadwal yang seimbang. Merasa-rasa hal ini juga penting agar kita dapat menghayati manfaat itikaf dan upaya menjaga keseimbangan kehidupan antara ibadah dan pekerjaan. Ikhtiar dalam usaha dan menerima hasilnya ada kunci dari pembentukan kepasrahan dan ketakwaan kepada Allah swt.
Dalam keheningan malam, seseorang bisa merasakan kedamaian dan kekuatan spiritual yang mendalam, sehingga mudah untuk merenungi kebesaran pencipta, dari hasil kontempelasi insan-insan yang dhaif ini saja, kemudian menambah tenaga, mengumpulkan ide-ide baru dan semangat yang tercerahkan, berapa ini semua begitu banyak yang akhirnya dapat kita kategorikan sebagai hidayah. Momentum ini adalah kesempatan berharga di malam-malam kita menanti lailatul qadar, baik dari sudut tempat bersujud di rumah ataupun di masjid.
Dalam memulai itikaf, persiapan diri secara fisik dan mental. Pastikan tubuh kita cukup tenaga dan dalam kondisi yang baik untuk dibawa dalam perjuangan ini. Sediakan pula perlengkapan dan kenyamanan beribadah yang dapat mendukung kegiatan itikaf. Tidak lupa persiapkan juga sedikit makanan dan minuman seperti kurma, air putih bahkan kopi untuk menjaga kita tetap terjaga. Mengisi itikaf dapat dengan membaca al-Quran, membuat tulisan dan pembahasan yang bermanfaat, hingga belajar dalam rangka meningkatkan pemahaman dan ketakwaan kita terhadap Allah swt. Dalam melakukan itikaf tidak ada spesifik amalan yang dianjurkan secara khusus.
Setelah melaksanakan shalat Isya dan shalat tarawih, itikaf sudah dapat dimulai. Memulai dengan memilih tempat yang nyaman dan tenang, memilih Masjid hingga mempersiapkan ruang ataupun area di rumah untuk dapat berkonsentrasi dan merenung dengan baik. Tidak lupa berdoa kepada Allah swt untuk diberi kemudahan dan mendapatkan hal yang bermanfaat dalam menjalankan itikaf.
Dalam itikaf, gunakan waktu dengan bijak untuk melaksanakan berbagai amalan seperti membaca Al-Quran, berdzikir, dan berdoa. Jangan lupa untuk memohon ampunan atas segala dosa serta memohon perlindungan dari godaan setan dan nafsu yang tidak terkendali. Kita juga sebaliknya perlu memohon ampunan, diridhai mendapatkan surga, diberikan hidayah, keberkahan dalam hidup, diberikan akal yang mampu menimbang baik dan buruk, diberikan hati yang senantiasa kuat dalam ketaatan. Tidak lupa juga momentum i’tikaf dapat juga dimanfaatkan sebagai momen untuk melakukan introspeksi, apa yang sudah dilakukan satu tahun belakangan ini, dan apa yang akan dilakukan satu tahun kedepan. Momen ini seolah menggariskan hidup kita antara satu Ramadan ke satu Ramadan lainnya.
Membaca Al-Quran di malam dan pagi hari adalah cara yang paling efektif menjaga ritme i’tikaf dan juga sewaktu beraktifitas di siang hari. Tidak perlu berlebih-lebihan, lakukan istirahat disaat merasa sudah terlalu lelah, kumpulkan kembali asa yang tersisa, dan lanjutkan kembali upaya yang dilakukan. Ritme dan kebiasaan i’tikaf ini insyaallah akan mampu merubah waktu tidur dan istirahat kita, sehingga setelah Ramadan mudah bagi kita untuk terbangun di malam hari dan bermunajat kepada Allah di sepertiga malam terakhir.
“Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran…”
(Al-Muzammil : 20)
Dengan ketenangan dan kepasrahan diri kita diberikan kemudahan dalam berdzikir dan bermunajat di heningnya malam Ramadan. Momen ini juga mampu menjadikan diri kita berkontempelasi dan berintrospeksi betapa kecilnya kita dihadapan sang Maha Pencipta, Allah swt. Keheningan yang kita lalui adalah refleksi dari keheningan yang akan kita lalui dalam perjuangan kita dalam kehidupan dunia. Gegap gempita tidaklah lagi menarik, dibandingkan dengan tujuan yang kita hendak capai dan ganjaran yang dijanjikan bagi hamba-hamba yang bertakwa. Semoga apa yang kita lakukan ini adalah upaya kita untuk mendapat keberkahan, ampunan dan ridha dari Allah swt.