Muhasabah Diri (102): Jangan Remehkan Ilmu Dan Ahlinya

Avatar photo

Dr Arman Husni

Assoc Prof Bahasa Arab IAIN Bukittinggi, Unsur Ketua PDM Muhammadiyah Limapuluh Kota, Dewan Pengawas Yayasan Darulfunun. (facebook)

Sok alim, sok bersih…, mungkin sering kita dengar lontaran seperti ini dalam keseharian. Disaat ada yang tidak berkenan dihati seseorang. Tidak semua orang siap menerima nasehat dan kritikan. Sikap sombonglah yang menghalangi seseorang berat menerima nasehat. Meskipun demikian, masih ada yang membutuhkan nasehat dan arahan dalam hidupnya. Bahkan dia berterimakasih kepada seseorang yang telah memberinya nasehat. Jika kebiasaan saling menasehati hilang, barangkali hal-hal negatif akan mudah mewabah. Maksiat menyebar dengan cepat. Pola hidup cuek jadi gaya keseharian.

Dalam mencari ilmu, keikhlasan adalah modalnya. Lihat para ulama… Meskipun berbagai macam ujian dan siksaan yang dihadapi, bahkan nyawa taruhannya, mereka tetap teguh dan istiqomah. Said Ibnu Jubair, tetap saja selalu menasehati para algojonya Al- Hajjaj Ibnu At-Tsaaqafi yang menyiksa beliau, keteguhan hatinya betul-betul teruji sampai kesyahidan menjemputnya. Imam Ahmad bin Hambal, meskipun dijebloskan ke penjara, tetap konsisten dengan keyakinannya tanpa surut sedikitpun dan tetap dengan santun kata-kata nasehat selalu keluar dari lisannya. Contoh ketelandan dari para ulama amatlah banyak, tinggal kita yang harus menggali keteladanan dari mereka.

Fenomena penyimpangan dan pengkerdilan terhadap ilmu dan ulama sudah terjadi sepanjang sejarah manusia. Diantara bentuk penyimpangan dalam mencari ilmu adalah melenceng dari niat yang mulia. Ambisi diri ingin dipuji, mengharapkan orang lain salut dan berdecak kagum padanya. Padahal itu sebuah kesalahan. Rasulullah Saw sudah mewanti-wanti umatnya dengan tipe penuntut ilmu seperti ini, hati-hati jangan sampai terjerumus dan salah tujuan.

مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُجَارِىَ بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيُمَارِىَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ يَصْرِفَ بِهِ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ أَدْخَلَهُ اللَّهُ النَّارَ

Artinya: “Barangsiapa yang menuntut ilmu dengan maksud untuk bisa menyaingi para ulama atau untuk mendebat orang-orang bodoh atau agar menarik perhatian yang lainnya, maka Allah akan memasukkannya dalam neraka.” (HR. Tirmidzi)

Perdebatan banyak mewarnai hari-hari kita. Persatuan dan kekompakan umat diabaikan demi menuruti ambisi pribadi. Dengan leluasa dan lantang mencaci maki para ulama, hanya bermula dari perbedaan pendapat. Risih, miris hari ini umat dipertontonkan ketidak dewasaan kita menyikapan perbedaan. Ambisi diri dan keinginan eksis dari pada penuntut ilmu cenderung menyalahkan para ulama yang lebih dahulu hadir dan sudah banyak berbuat untuk umat. Salah dan khilaf sebagai manusia hal yang biasa terjadi. Ulama juga manusia biasa, kadang-kadang salah, apalagi sumber ilmu amatlah luas, wajar terjadi perbedaan. Selagi perbedaan itu tidak pada ranah yang harus diperdebatkan, berlapang dada adalah solusinya. Menjaga lisan untuk tidak mengumpat demi persatuan umat adalah jalan cerdas yang perlu ditempuh. Menahan diri untuk tidak mencaci maki orang lain adalah sifat terpuji, apalagi yang dihujat itu adalah para ulama… Menikam dari belakang bukanlah sikap yang harus dilestarikan. Menyedihkan memang umat dipertontonkan hujat menghujat… seakan-akan panggung ilmu dan ulama isinya banyak perdebatan dan caci makian… Tidak, sekali tidak seperti itu.

Saudara…Bukanlah sikap pewaris nabi itu santun dan lemah lembut dalam mengajak?. Sudahlah akhirilah menebar virus perpecahan. Semoga persatuan berhasil kita rengkuh sedikit demi sedikit. Percayalah seorang muslim akan kuat bersama saudaranya…