Muhasabah Diri (90): Penjilat, Kehinaan Yang Kadang Jadi Kebanggaan

Avatar photo

Dr Arman Husni

Assoc Prof Bahasa Arab IAIN Bukittinggi, Unsur Ketua PDM Muhammadiyah Limapuluh Kota, Dewan Pengawas Yayasan Darulfunun. (facebook)

Kenyamanan dan suasana damai merupakan keinginan semua orang. Dan kita pun menginginkan segala urusan dalam keseharian berjalan lancar dan normal. Tidak ada kendala sehingga apa yang kita inginkan tercapai dengan baik. Tapi yang namanya kehidupan tidak semuanya mulus. Disana sini ada rintangan dan godaan yang akan menggelincirkan siapa saja yang tidak hati-hati. Begitulah warna warni kehidupan, ada kemudahan juga ada kesulitan, ada kesenangan juga ada kesedihan.

Apalagi dalam beragam aktifitas, banyak berhubungan dengan beragam karakter. Keinginan yang terhalang kerapkali menjadikan sesorang mencari jalan lain, jalan pintas. Kadang-kadang yang ditempuh sesuatu yang tidak layak. Menghinakan diri, merendahkan martabat yang penting urusan lancar. Diantara yang ditempuh adalah menjilat dan ini merupakan fenomena yang sering terjadi dalam interaksi sesama. Biasanya terjadi antara bawahan dan atasan, antar pertemanan dalam kelompok atau organisasi, atau dalam kehidupan biasa dalam bermasyarakat. Seseorang dengan keinginan dan kepentingan yang tersembunyi menjilat untuk kelancaran urusannya. Sehingga apa yang diungkapkan beda dengan apa yang terjadi, sehingga seseorang akan bermuka dua demi ambisi terselubung. Kebiasaan seperti ini jika sudah mentradisi akan melahirkan pribadi-pribadi hipokrit, seseorang akan tampil tidak apa adanya. Sipenjilat dan yang dijilat sama-sama merendahkan derajat dirinya, karena berada dalam dunia yang tidak sebenarnya. Sama-sama menjerumuskan, Rasulullah Saw wewanti-wanti umatnya agar tidak merendahkan diri dalam kubangan kemunafikan dan kebohongan seperti ini.

وَيْلَكَ قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ مِرَارًا

Artinya: “Celaka engkau, engkau telah memotong leher saudaramu! Celaka engkau, engkau telah memotong leher saudaramu!” Nabi mengulanginya beberapa kali. (HR Bukhari & Muslim)

Tegasnya Rasulullah Saw menasehati ummatnya, beliau kaitkan pelaku jilat menjilat ini dengan kondisi kekosongan keyakinan dengan agama. Dalam haditsnya beliau sampaikan buat pegangan ummatnya.

إن الرجل ليخرج من بيته ومعه دينه فيلقى الرجل وله إليه حاجة فيقول له: أنت كيت وكيت!-يثني عليه-؛ لعله أن يقضي من حاجته شيئاً فيسخط الله عليه، فيرجع وما معه من دينه شيء

Artinya: “Sesungguhnya ada lelaki yang keluar dari rumahnya dan masih memliki agama, kemudian dia bertemu seseorang yang dia punya keperluan dengannya. Lelaki ini pun berkata, “Sesungguhnya engkau itu begini dan begitu”, lelaki ini memuji orang tersebut sambil berharap agar mau menolong keperluannya. Maka Allah pun murka kepada lelaki itu, diapun kembali ke rumahnya dalam keadaan tidak memiliki agama”. (HR. Imam Ahmad dan Hakim)

Begitu berat ganjaran pelakunya diakhirat kelak, didunia saja dampaknya akan terasa. Hilangnya profesionalitas kerja, terjadinya kesenjangan, memunculkan cara hidup yang tidak normal, pola hidup semau gue…

Yook kita tinggalkan perilaku jilat menjilat, tampil apa adanya jauh lebih baik dari pada perilaku bunglonisme yang menipu.