Siapa yang tidak kenal dengan Mehmet Al-Fateh atau Muhammad Al-Fatih, seorang khalifah Ottoman yang diberi keberhasilan oleh Allah membebaskan Konstantinopel (Istanbul sekarang). Banyak cerita dan ibrah yang dapat diambil dari kisahnya, bahkan beberapa kisahnya menjadi legenda yang kemudian diceritakan kemudian hari, seperti kisah Drakula, kisah perluasan pembebasannya karena kedzaliman penguasa lainnya, hingga kisah pasukannya yang memindahkan kapal-kapal mereka melintasi bukit dalam penyerangan ke Konstantinopel melalui teluk (Golden Horn) pada tahun 1453M.
Cerita yang terakhir ini, insyaallah kita coba ambil ibrahnya, dan mengaitkannya dengan apa yang menjadi pertimbangan seorang pemimpin dalam menyusun pasukannya, dalam hal ini kita akan kaitkan dengan membangun tim yang solid.
Syahdan, sewaktu pembebasan Konstantinopel Al-Fatih meminta pasukannya berpuasa dan shalat malam. Sebagian mengikuti tapi banyak yang terlalu santai, walaupun permintaan ini adalah permintaan wajar dan berhujjah dari segi agama.
Sejarahwan tidak masuk dalam analisis ini, bagaimana upaya mengidentifikasi loyalis untuk membentuk tim yang solid dilakukan oleh Mehmet Al-Fatih. Kita perlu paham hujjah adalah alat untuk meyakinkan, maka siapapun bisa berhujjah dan mendasarkan argumen mereka, tapi intensi ataupun niat hanya individu tersebut dan Allah yang tahu.
Begitu juga dengan hal ini, intensi Mehmet Al-Fatih meminta pasukannya berpuasa dan tahajud kita tidak benar-benar tahu, paling mudah mensadarkannya pada perintah ibadah dalam beragama. Kita coba lihat dari perspektif lain, jika permintaan ini adalah untuk menguji bagaimana respon pasukannya terhadap permintaan pemimpinnya. Karena aksi dan respon adalah hal yang nampak untuk diberi penilaian.
Begitulah yang terjadi, Al-Fatih meninggalkan mereka yang ragu terhadap perintahnya, menyisakan mereka anggota pasukan yang yakin terhadap permintaan pemimpinnya. Jumlah mereka tidak banyak dibandingkan jumlah mereka ketika berangkat pertama kali, tetapi mereka inilah loyalis tim solid yang kemudian sejarah mencatat pasukan ini diminta untuk memindahkan kapal melewati bukit-bukit sebagai strategi untuk menghindari halangan rantai atau tali yang dipasang antara pantai teluk untuk menghambat kapal pasukan Al-Fatih untuk masuk ke hilir teluk.
Menariknya mereka berhasil memindahkan kapal-kapal mereka (sejarahwan mencatat 70 kapal) tanpa keluhan dengan senyap dalam semalam dan memotong jarak ke hilir teluk. Pasukan yang solid ini yang kemudian sebagian syahid dan mampu membebaskan Konstantinopel setelah peperangan berhari-hari lamanya.
Begitulah pelajaran dari Al-Fatih, untuk maju pemimpin memerlukan tim yang solid, tidak terlalu banyak argumentasi yang kontra produktif, ataupun menjadi duri sembunyi yang mendua loyal kepada pihak lain. Pasal kedua ini pun sebenarnya sulit dibuktikan, sehingga wajar pasal kedua ini dikatakan seperti duri dalam daging, dicongkel kita juga yang sakit sendiri. Walaupun begitu pasal pertama cukup dapat dijadikan bukti dari aksi dan respon anggota tim.
Menguji dengan permintaan tentu tidak sesederhana itu, permintaan itulah yang akan menjadi sumber konflik. Tetapi yang menarik hal ini menghantarkan manusia dalam pilihan hitam atau putih bukan lagi abu-abu. Dan pasukan Al-Fatih mengalami itu, mereka yang abu-abu pun harus memilih, sebagian mereka mungkin beruntung menjadi pasukan loyalis yang solid, tetapi sebagian hanya menjadi tentara reguler biasa yang pemimpinnya tidak berharap padanya, dan mereka pun tidak berharap pada pemimpinnya.
Inipun sesuai dengan ayat Al-Quran mengenai taat kepada Allah, rasulNya dan pemimpin di kalangan kamu.
Hanya saja konteks pemimpin disini jarang sekali dibawakan oleh penceramah dalam konteks real yang kecil, seperti ketaatan anggota keluarga ke pemimpin keluarga, ketaatan masyarakat ke pemimpin masyarakat, ketaatan pekerja dengan tempat kerjanya, dsb. Ketaatan pun menjadi satu bahan kajian yang besar, bisa dimulai dari pengakuan, janji , baiat atau bahkan dalam konteks organisasi modern juga dikenal dengan kontrak kerja.
Ketika keadaan pasukan tim yang solid sudah bisa diidentifikasi, maka langkah berikutnya adalah untuk mempersiapkan inovasi bergerak maju bersama dalam strategi dan taktik. Hal ini sama seperti harapan Al-Fatih kepada pasukannya, karena bagaimanapun pasukan atau individu yang ragu akan menghabiskan waktu dengan keraguannya dan bahkan juga memungkinkan menghabiskan materi yang tidak sedikit hingga kehilangan kredibilitas karena keragu-raguannya.
Kira-kira inilah ibrah bagaimana tim solid diidentifikasi, permasalahan organisasi secara umum adalah menghabiskan banyak waktu dengan konflik, kemudian yang menjadi kontra produktif dengan bertahannya anggota tim yang tidak solid di dalam tim karena pertimbangan ekonomi. Perlu dipahami juga, membangun tim solid bukan berarti kita menyingkirkan dengan cara mendzalami. Reward dan punishment tidak seharusnya diberlakukan disini, karena loyal atau tidak, reward dan punishment diberlakukan karena melakukan inovasi memberikan keuntungan pada organisasi atau melakukan pelanggaran etika kerja yang menyebabkan kerugian organisasi secara umum.
Semoga bermanfaat, dan semoga kita dapat membangun tim solid yang mampu memindahkan rintangan yang besar. Wallahu’alam